Doa adalah Ibadah (02)
Kalau
Memang Syirik, Mengapa Doa Mereka Dikabulkan?
Sebagian orang awam mungkin tertipu dan masih
bertanya-tanya,”Kalau memang berdoa kepada wali di makam mereka itu syirik,
tetapi mengapa doa mereka tersebut kadang dikabulkan? Bahkan di antara mereka
ada yang menjadi kaya raya setelah berdoa ke kubur wali?”
Maka kita jelaskan kepada mereka, bahwa apa yang terjadi
pada penyembah kubur berupa terkabulnya doa mereka, sama sekali bukanlah
menjadi pembenaran atas kesyirikan mereka. Karena hal itu justru merupakan
ujian dan fitnah dari Allah Ta’ala sekaligus istidroj (hukuman) untuk mereka.
Bentuk istidroj tersebut adalah Allah justru membukakan pintu-pintu rizki
seluas-luasnya kepada mereka sehingga mereka pun tertipu dan semakin jauh
terjerumus ke dalam kesyirikan.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
”Dan
janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh kami
kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh
kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah-tambah. Dan bagi mereka
azab yang menghinakan.” (QS. Ali Imran [3]: 178)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memberikan penangguhan
waktu kepada mereka sehingga dosa orang-orang musyrik tersebut semakin
bertambah, dan semakin bertambah pula siksaan bagi mereka di hari kiamat.
Sehingga apabila maksud (tujuan) orang yang berdoa kepada kubur tersebut
terpenuhi, maka hal ini justru merupakan bentuk penghinaan sekaligus hukuman Allah
Ta’ala atas mereka.
Selain itu, memungkinkan pula bagi setan untuk menjelma
menjadi si mayit, kemudian keluar dari kuburnya menemui orang yang berdoa
kepada si mayit dan berbicara kepadanya. Kemudian berkata,”Aku kabulkan
permintaanmu”. Setan tersebut terkadang mencuri harta manusia kemudian
memberikannya kepada orang yang berdoa kepada si mayit. Dia menyangka bahwa
pemberian itu berasal dari si mayit, padahal si mayit tersebut tidaklah
mengetahui hal itu sedikit pun. Dan ketika si mayit tersebut dibangkitkan di
hari kiamat, begitu juga dengan orang-orang musyrik yang berdoa kepadanya, maka
dia akan berlepas diri dari kesyirikan yang mereka lakukan, bahkan menjadi
musuh bagi orang-orang musyrik tersebut. [1]
Meminta kepada Orang Shalih yang Masih Hidup untuk Berdoa
kepada Allah
Adapun yang diperbolehkan dalam berdoa -bahkan
dianjurkan- dan tidak mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang adalah meminta
tolong kepada orang shalih yang masih hidup untuk mendoakan dirinya.
Sebagaimana sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang meminta kepada
Uwais bin Amir radhiyallahu anhu untk dimohonkan amupun kepada Allah Ta’ala
[3].
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga pernah meminta
tolong kepada ‘Abbas radhiyallahu anhu –paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam– untuk berdoa meminta hujan kepada Allah Ta’ala. Anas bin Malik
menceritakan bahwa jika terjadi paceklik, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu
meminta hujan kepada Allah Ta’ala dengan bertawassul melalui ‘Abbas bin Abdul
Muththalib yang masih hidup. ‘Umar berkata dalam doanya,
“Ya
Allah, sesungguhnya dahulu ketika kami berdoa kepada-Mu, kami bertawassul
dengan Nabi-Mu, Engkau pun menuruhkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami
bedoa kepada-Mu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami
hujan.” Lalu hujan pun turun. (HR. Bukhari no. 1010)
Namun apabila orang-orang shalih tersebut telah meninggal
dunia, maka kita tidak boleh meminta kepada Allah Ta’ala melalui perantaraan
mereka sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tidak pernah ada seorang sahabat pun
yang meminta tolong kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam sepeninggal
beliau, baik di kubur beliau atau pun dalam jarak jauh. Padahal mereka
mengetahui betapa agungnya kedudukan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di sisi
Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala menyatakan bahwa orang mati tidak bisa
mendengarkan hal-hal yang terjadi di bumi (dunia). Allah Ta’ala berfirman,
”Maka
sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat
mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila
mereka itu berpaling membelakang.” (QS. Ar-Ruum [30]: 52)
Demikianlah pembahasan singkat dalam masalah doa. Kita
memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah memberikan hidayah-Nya agar kita
tetap teguh di jalan ilmu dan amal shalih. Serta menjauhkan kita dari perbuatan
syirik, baik yang kita ketahui maupun tidak. [Selesai]
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] Lihat I’anatul Mustafiid I/184, karya Syaikh Shalih
Al-Fauzan hafidzahullah.
[2] Lihat Fiqhu Ad-Du’a, hal. 155-158.
[3] HR. Bukhari no. 2542.
Baca selengkapnya
https://muslim.or.id/29867-doa-adalah-ibadah-02.html
0 Komentar