Kalau Memang Syirik, Mengapa Doa Mereka Dikabulkan?

Sebagian orang awam mungkin tertipu dan masih bertanya-tanya,”Kalau memang berdoa kepada wali di makam mereka itu syirik, tetapi mengapa doa mereka tersebut kadang dikabulkan? Bahkan di antara mereka ada yang menjadi kaya raya setelah berdoa ke kubur wali?”

Maka kita jelaskan kepada mereka, bahwa apa yang terjadi pada penyembah kubur berupa terkabulnya doa mereka, sama sekali bukanlah menjadi pembenaran atas kesyirikan mereka. Karena hal itu justru merupakan ujian dan fitnah dari Allah Ta’ala sekaligus istidroj (hukuman) untuk mereka. Bentuk istidroj tersebut adalah Allah justru membukakan pintu-pintu rizki seluas-luasnya kepada mereka sehingga mereka pun tertipu dan semakin jauh terjerumus ke dalam kesyirikan.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

”Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah-tambah. Dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Ali Imran [3]: 178)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memberikan penangguhan waktu kepada mereka sehingga dosa orang-orang musyrik tersebut semakin bertambah, dan semakin bertambah pula siksaan bagi mereka di hari kiamat. Sehingga apabila maksud (tujuan) orang yang berdoa kepada kubur tersebut terpenuhi, maka hal ini justru merupakan bentuk penghinaan sekaligus hukuman Allah Ta’ala atas mereka.

Selain itu, memungkinkan pula bagi setan untuk menjelma menjadi si mayit, kemudian keluar dari kuburnya menemui orang yang berdoa kepada si mayit dan berbicara kepadanya. Kemudian berkata,”Aku kabulkan permintaanmu”. Setan tersebut terkadang mencuri harta manusia kemudian memberikannya kepada orang yang berdoa kepada si mayit. Dia menyangka bahwa pemberian itu berasal dari si mayit, padahal si mayit tersebut tidaklah mengetahui hal itu sedikit pun. Dan ketika si mayit tersebut dibangkitkan di hari kiamat, begitu juga dengan orang-orang musyrik yang berdoa kepadanya, maka dia akan berlepas diri dari kesyirikan yang mereka lakukan, bahkan menjadi musuh bagi orang-orang musyrik tersebut. [1]

Meminta kepada Orang Shalih yang Masih Hidup untuk Berdoa kepada Allah
Adapun yang diperbolehkan dalam berdoa -bahkan dianjurkan- dan tidak mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang adalah meminta tolong kepada orang shalih yang masih hidup untuk mendoakan dirinya. Sebagaimana sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang meminta kepada Uwais bin Amir radhiyallahu anhu untk dimohonkan amupun kepada Allah Ta’ala [3].

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga pernah meminta tolong kepada ‘Abbas radhiyallahu anhu –paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam– untuk berdoa meminta hujan kepada Allah Ta’ala. Anas bin Malik menceritakan bahwa jika terjadi paceklik, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu meminta hujan kepada Allah Ta’ala dengan bertawassul melalui ‘Abbas bin Abdul Muththalib yang masih hidup. ‘Umar berkata dalam doanya,

“Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika kami berdoa kepada-Mu, kami bertawassul dengan Nabi-Mu, Engkau pun menuruhkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami bedoa kepada-Mu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.” Lalu hujan pun turun. (HR. Bukhari no. 1010)

Namun apabila orang-orang shalih tersebut telah meninggal dunia, maka kita tidak boleh meminta kepada Allah Ta’ala melalui perantaraan mereka sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tidak pernah ada seorang sahabat pun yang meminta tolong kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam sepeninggal beliau, baik di kubur beliau atau pun dalam jarak jauh. Padahal mereka mengetahui betapa agungnya kedudukan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di sisi Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala menyatakan bahwa orang mati tidak bisa mendengarkan hal-hal yang terjadi di bumi (dunia). Allah Ta’ala berfirman,

”Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang.” (QS. Ar-Ruum [30]: 52)

Demikianlah pembahasan singkat dalam masalah doa. Kita memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah memberikan hidayah-Nya agar kita tetap teguh di jalan ilmu dan amal shalih. Serta menjauhkan kita dari perbuatan syirik, baik yang kita ketahui maupun tidak. [Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Lihat I’anatul Mustafiid I/184, karya Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah.
[2] Lihat Fiqhu Ad-Du’a, hal. 155-158.
[3] HR. Bukhari no. 2542.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/29867-doa-adalah-ibadah-02.html

0 Komentar